Senin, 13 Juli 2009

KEPEDULIAN TERHADAP KEPADA KAUM DHUA'FA

KEPEDULIAN KEPADA KAUM DHUA’FA

Drs.Wizar Adnan

Al Isro : 26-27

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Pendahuluan

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (QS. 107 : 1-3).

Rasulullah SAW bersabda : "Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain. Siapa saja yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya pada Hari Kiamat." (HR. Muttafaq 'alaih).

Saat ini sangat banyak kejadian dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan kita. Akibat krisis ekoomi yang berkepanjangan, yang belum ada ujungnya.

Ayat Allah dfi atas memgancam kita yang tidask memperhatikan kehidupan keum dhuafa tersebut

Kemiskinan yang mendera masyarakat selama ini memunculkan banyak kaum dhuafa (kaum lemah) dan kaum mustadhafin (kaum tertindas), seperti kaum miskin, fakir, perempuan, orang yang terlilit hutang, anak yatim, dan lain-lain. Namun, tidak ditutup kemungkinan yang menjadi kaum mustadhafin adalah orang kaya. Islam yang memiliki konsep “ideologi pembebasan” sejatinya adalah agama yang ingin membela kaum-kaum tersebut. Ini terlihat dalam ajaran-ajaran yang diwahyukan kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, baik dalam Al Qur’an maupun hadist. Rasulullah, dalam banyak hadist, bahkan semasa hidupnya sangat dekat dengan mereka (baca: kaum dhuafa dan mustadhafin). Beliau memilih hidup seperti mereka, seperti dengan hidup sederhana.

Dalam kepemimpinan Islam, profil Rosulullah yang begitu mencintai kaum dhuafa dan mustadhafin semakin kurang diteladani oleh para pemimpin Islam dewasa ini. Menurut Philiph Stoddard, kebangkinan Islam sekarang ini tidak akan menimbulkan pengaruh yang besar. Itu disebabkan karena hampir semua negara Islam tidak memiliki pemimpin yang efektif, pemimpin yang mampu menimbulkan gerakan pembaharuan sosial.



1. Pengertian Kaum Dhua’fa

Pengertian Kaum Du’afa : Adalah sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang TERTINDAS.

Siapakah kaum du’afa

Asal muasal Kaum Du’afa : adalah mereka yang tak bisa hijrah karena terhalang kafir mekkah (tertindas).

Dari segi Ekonomi : adalah mereka yang fakir dan miskin (tertekan keadaan) bukan malas.

Dari segi Fisik : adalah mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas)

Dari segi Otak : adalah mereka yang stupid ( bukan karena malas )

Dari segi Sikap : adalah mereka yang terbelakang (bukan karena )

Kaum dhuafa’ (lemah) terlahir dari kekerasan negara. Kaum dhuafa’ terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa’ ialah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa’ setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhuafa’ korban dari kenaikan harga BBM, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Kaum dhuafa’ cerminan ketidakmampuan negara dalam memelihara mereka. Para dhuafa’ secara sendirian harus berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa’ adalah orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh. Mereka bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak. Mereka ini kelompok masyarakat yang mudah terkena penyakit menural, seperti demam berdarah, malaria, dan kusta, dan segudang kesengsaraan. Lantas, apa yang harus dilakukan?

aum dhuafa’ (lemah) merupakan korban kekerasan negara. Kaum dhuafa’ terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa’ ialah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa’ setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhuafa’ korban dari kenaikan harga BBM, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Mereka harus menanggung beban hutang negara dengan membeli mahalnya minyak tanah dan sembako. Kaum dhuafa’ cerminan ketidakmampuan negara dalam memelihara mereka. Para duafa’ sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa’ adalah orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh. Mereka bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak. Penderitaan dan penindasan yang dialaminya menyebabkan kaum dhuafa’ sangat rentan dengan penyakit menular dan ancaman bunuh diri. Contoh, mereka yang terkena penyakit menural seperti demam berdarah, malaria, kusta adalah mereka yang miskin dan dari lingkungan kumuh. Demikian juga orang-orang yang terinfeksi penyakit menular seksual HIV/AIDS banyak dari kalangan miskin dan tidak mengerti arti menjaga kesehatan tubuh.

2. Upaya Meningkatkan Ekonomi Kaum Dhuaa’fa

  • Menyantuni ( bersikap ramah ) Dengan ucapan dan lain-lain
  • Menolong (Dengan harta, tenaga, fikiran, dll)
  • Tidak melecehkan (Menganggap sama dan sederajat)

Pesan Rasulullah Saw :

Untuk mendekati simiskin

Untuk melihat ke bawah

Menghubungi kaum kerabat

Jangan minta apapun dari manusia

Kalau kita bicara dalam konteks ukhwah Islamiyah maka hal ini akan lebih bermakna. Ukhwah Islamiyah sendiri bisa didefinisikan sebagai rasa persaudaraan yang dilandasi persaman aqidah dan keyakinan. Pengertian ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam al Qur'an :

إنَّمَـاالـْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ

Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara

Maka segala perbuatan sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan yang kita lakukan hendaklah mengutamakan saudara kita. Sehingga bisa diharapkan, kita menjadi ummat yang unggul baik secara aqidah, ekonomi, pertahanan dan lain sebagainya. Dari sinilah loyalitas kita terhadap ajaran agama menjadi tampak. Rasulullah SAW bersabda:

لاََيُؤْمِنُ أََحَدُكـُمْ حَتىَّ يُحِبَّ لأخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفسِه

Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, sehingga dia mencintai Saudaranya sama seperti mencintai dirinya sendiri.

Hadits ini mengaitkan antara kesempurnaan iman dengan kecintaan terhadap sesama muslim. Bukan hanya sekedar ucapan cinta, tapi yang lebih utama adalah pembuktian rasa cinta itu dalam kehidupan. Misalnya dengan membantu meingankan beban hidup mereka. Karena cinta tanpa bukti tak lebih dari fatamorgana dan hiasan bibir semata. Kepedulian kepada sesama muslim ini menjadi barometer sejauh mana kesempurnaan iman seorang muslim. Semakin peduli dia terhadap saudaranya, sejauh itu pula kesempurnaan imannya. inilah yang ingin diajarkan al habib Hasan Baharun kepada semua muridnya.

selayaknya kita merasakan suka dan duka bersama kaum dhuafa’. Agama memberikan isyarat sangat jelas untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada kaum dhuafa’. Zakat adalah perintah untuk mensucikan diri yang dibagikan kepada orang-orang yang lemah. Mereka merupakan orang-orang yang tertindas yang memerlukan pertolongan manusia yang lainnya. Membiarkan mereka dalam penderitaan, berarti menyia-nyiakan agama. Kehadiran agama Islam adalah untuk memberikan keselamatan kepada seluruh alam, terutama bagi orang miskin yang membutuhkan uluran tangan-tangan manusia yang lain. Mereka seharusnya dikasihani dan dilindungi hak-haknya. Kaum dhuafa’ merupakan bentuk ketidak-adilan sistem yang patriarkhal. Sistem dominasi melanggar hak-hak hidup orang lain. Misalnya, hak memperoleh makan dan minum serta pekerjaan layak. Para kaum dhuafa’ tidak memperoleh hak tersebut karena uang untuk mereka dikorup, dirampas oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Orang miskin semenjak dulu kala kehidupannya dililit oleh kemiskinan. Miskin segala hal. Miskin pengetahuan dan kesempatan melakukan perubahan. Miskin pendidikan yang mampu merubah keadaan hidupnya. Akibatnya, hidup mereka secara turun temurun berada dalam lingkaran kemiskinan. Sementara itu orang-oramg yang memiliki kekuasaan, sebagian menjadi sangat serakah dan tidak memberikan kesempatan yang sama. Akar persolan dari lingkaran setan sistem patriarkhal. Sistem doominasi yang tidak adil. Lalu bagaimana melihat dari prespektif kemanusiaan?

Kaum dhuafa’ disebut oleh Nabi Muhammad sebagai orang-orang yang sangat dekat dengan Nabi kelak di akhirat. Hidup mereka lebih berharga dan tehormat dari pada mereka yang makan uang rakyat. Doa orang-orang mustadh'afin (orang yang terlemahkan) akan cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Bahkan Nabi Muhammmad bersabda, bahwa kelak Nabi akan bersama kaum dhuafa’ di akhirat. Maka sudah selayaknya, sebagai ummat Muhammad SAW untuk membela kepentingan para dhuafa’, berjuang memperoleh hak hidup yang layak. Hak hidup yang adil dalam memperoleh makan dan minum serta lapangan pekerjaan. Hampir semua agama mengajarkan kemanusiaan untuk memperhatikan kaum ini. Demikian juga Nabi Muhammad sebagai bapak anak-anak yatim. Nabi sangat menolong kaum fakir miskin. Nabi menyebutkan, bahwa antara dirinya dengan anak-anak yatim seperti jari telunjuk dengan jari tengah. Keduanya sangat dekat. Bagaimana jika kaum duafa’ tidak diperhatikan, dan malah dizalimi? Sesungguhnya do’a kaum dhuafa’ sangat mustajab (dikabulkan oleh Allah SWT). Apabila kaum dhuafa’ dibiarkan menderita, maka bangsa ini akan mendapatkan generasi-generasi lemah dan tidak berdaya. Apabila generasi itu lemah, tentu bangsa ini akan rapuh dan gagal. Bangsa lemah, akan mudah musuh-musuh menyerang dan merongrong bangsa. Rongrongan tersebut beragam cara, misalnya nampak nyata penjajahan ekonomi dengan permainan harga BBM. Negara tidak mampu mengontrol lagi harga standar sesuai dengan kemampuan daya jangkauan masyarakatnya, harga-harga dipermainkan kepentingan global. Akibatnya rakyat makin sulit memperoleh hak-hak hidup yang layak.

Lalu bagaimana agar bangsa ini menjadi kuat? Pertama, ialah memberdayakan kaum dhuafa’. Semakin kaum dhuafa’ dipelihara dan dilindungi, mereka bangkit dengan sendirinya mengubah hidupnya. Sebaliknya, membiarkan dan mendiamkan kaum dhuafa’ di jalanan dan terlantar memunculkan ragam kekerasan. Misalnya, orang-orang miskin yang lari dari kehidupan normal kepada kehidupan tidak normal, seperti pencandu narkoba, minuman-minuman keras, dan pecandu seksual yang tidak halal. Realitas ini menimbulkan banyak penyakit sosial seperti kejahatan, kriminal dan bunuh diri. Misalnya, setiap hari rata-rata lima orang yang ditembak karena melakukan pencurian, apabila dibiarkan maka tindak pencurian akan meningkat seiring kemiskinan yang nyata. Apabila orang-orang tersebut dibina, dirawat dan diberikan mata pencaharian dan semangat hidupnya bangkit, maka perlahan mereka akan menjalani hidup normal kembali. Hadis Nabi menyebutkan, bahwa sesungguhnya kefakiran mempercepat pada kekufuran. Bagaimana caranya agar kaum duafa’ mampu bangkit? Kedua, yaitu dengan menjalin kerjasama lintas agama, etnik dan budaya. Secara faktual, bangsa Indonesia terdiri dari beragam agama yang mampu bekerjasama dengan baik. Menafikan kekuatan agama lain, mengakibatkan kerjasama berkurang dan tidak efektif. Bagaimana kerjasama itu bisa dilakukan? Caranya dengan saling menghargai dari berbagai agama, dan kelompok profesional dalam melakukan pemberdayaan kepada para duafa’. penghargaan itu terwujud apabila adanya kerukunan antar ummat beragama. Kerukunan antar ummat beragama relevan untuk mengusung isue kepedulian kepada kaum dhuafa’.

Ketiga, membangkitkan semangat kerja keras bagi generasi muda dan anak-anak. Kehidupan adalah milik masa depan. Masa depan tersebut sangat bergantung dari keadaan generasi mudanya. Generasi muda dibentuk oleh masa anak-anak. Apabila anak-anak sudah kuat karakter hidupnya untuk bersemangat dan kerja keras, tentu mereka akan gigih melawan kemiskinan. Sebaliknya, meninggalkan generasi dan anak-anak yang lemah, bencana bagi bangsa ini dimasa mendatang. Semenjak kecil, anak-anak dilatih untuk menghadapi kesulitan demi kesulitan agar tangguh. Mengapa sejak kecil harus dilatih? karena kecakapan seseorang yang paling berpengaruh didasarkan pada penguasaan pengalaman mereka. Jika semenjak kecil, anak-anak dibiasakan untuk berlatih kerja keras dan mandiri serta bertanggung jawab, maka akan menjadi orang yang kuat menghadapi permasalahan hidupnya. Apabila anak dibiasakan menadahkan tangan dan meminta-meminta, maka akan tertanam di benaknya untuk hidup dari pemberian dan belas kasihan orang lain. Pengalaman mereka itulah yang akan banyak menuntun mereka membaca kehidupannya kelak dimasa mendatang. Ironinya, banyak kalangan dhuafa’ yang menjadikan anak-anak mereka sebagai pengais rezeki, seperti penjualan anak-anak dan kerja-kerja jalanan saat masih dibawah umur.
Menerjunkan anak pada kerja-kerja eksploitatif, menyebabkan kemiskinan sistemis menghegemonik mereka. Untuk itulah, kesadaran mendidikan anak menjadi rajin belajar, kerja keras merupakan bentuk keluar dari mata rantai kemiskinan.



3. Kemiskinan Mendekatkan kepada Kekufuran

Kaadal Fakru ayyakuuna Kufran

Hampir saja kemiskinan mendekatkan kedpada kekufuran.

Bila keadaan sudah susah dan segala kebutuhan hiduop tidak teropnuhi, sementara semakin kehidupan membutuhkan biaya hidup untuk keluarga anak dan isteri, apalagi dalam hidup hari yang serba susah dan serba mahal, dan bila kita tidak membantu mereka yang dhua’fa bisa saj mereka putus asa, bunuh diri atau menggadikan diri dan emnggadaikan akidahnya attau bertukar agama, karena tak tahan menderita dengan kemiskinan

4. Akibat Men yia-nyiakan Kaum dhua’fa

"Sebaik-baik kamu ialah orang yang banyak manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain."

Oleh karena itu, ciri manusia sosial menurut Islam ialah kepentingan pribadinya diletakkan dalam kerangka kesadaran akan kewajibannya sebagai makhluk sosial.
Kesetiakawanan dan cinta kasih inilah yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya. Inilah ajaran iman dan amal shalih yang diajarkan oleh Rasulullah SAW berupa akhlak rabbani dan akhlak insani.